Pengikut

Kamis, 04 April 2013

Hidrasi Air



Beberapa reaksi yang dilakukan di laboraturium kimia pasti selalu berkaitan dengan larutan. Beberapa diantaranya bekerja atau bereaksi pada pelarut air Ketika air diuapkan, sehingga hasil reaksi dapat diisolasi dan sering hasil yang didapatkan yaitu dalam bentuk padatan. Dimana ada kemungkinan produk dalam bentuk padatan ini mengandung molekul air sebagian daripada komposisinya. Yang dapat dicontohkan jika nikel (II) Oksida (NiO) dilarutkan dalam larutan H2SO4 encer, maka akan terbentuk NiSO4.
LiO(s)              +          H2SO4(aq)              NiSO4(aq)       +          H2O(I)
Jika suatu air diuapkan, maka akan terbentuk kristal berwarna hijau gelap. Ketika dianalisis kristal tersebut mengandung air sebesar 6 mol untuk setiap mol nikel (II) sulfat senyawa ini dinamakan hidrat dan air merupakan bagian dari komposisinya yang dapat kita sebut sebagai hidrasi air.
            Hidrat merupakan istilah yang dipergunakan dalam senyawa penting baik senyawa organik maupun senyawa anorganik untuk mengindikasikan bahwa senyawa tersebut mengandung air. Untuk senyawa organik hidrat dibentuk dengan
penambahan H2O atau penambahan elemen H+ dan OH- pada molekul organik. Yang dapat kita contohkan dengan senyawa etilen dan etena. Contohnya CH2=CH2 bila kita tambah dengan molekul H2O maka akan terbentuk menjadi etanol CH3-CH2-OH. Jadi dapat dikatan etanol merupakan hidrat dari senyawa etena.
CH2 = CH2    +          H2O           CH3-CH2-OH
            Hidrat dalam senyawa anorganik adalah garam yang mengandung molekul air dalam perbandingan tertentu yang terikat baik pada atom pusat atau terkristalisasi dengan senyawa kompleks. Hidrat seperti ini juga bisa kita sebut dengan hidrat terkristalisasi.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan padat di bawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi (berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).
Beberapa bagian akan menyerap sedikit air jika ditempatkan dalam atsmosfer yang mengandung banyak uap air. Penambahan akan membentuk hidrat. Dan bila kehilangan air yang juga akan disebut dengan anhidrat, dan proses tersebut merupakan proses bolak balik. Sebagai contoh nikel (II) sulfat aabila kita panaskan maka akan terbentuk nikel (II) anhidrat. Nikel (II) anhidrat dapat dilarutkan kembali dalam air dan akan terkristal ulang sebagai senyawa hidrat.
Perubahan kimia pada reaksi kedua juga berlangsung spontan, tanpa penambahan panas atau tampa penambahan larutan berupa air. Pada kelembaban relatif tinggi zat anhidrat yang hidroskopis dapat menyerap air dari atmosfir. Zat yang menyerap air sering dapat digunakan sebagai pengering atau pengawet gas atau cairan. Jika jumlah air diserap terlalu besar, maka zat tersebut dapat meleleh dan dapat menghilang secara spontan bila ditempatkan pada kelembaban yang rendah, zat ini dinamakan sebagai zat pemekar (efloresensi) yang seiring ditandai dengan hancurnya kristal hidrat yang terbentuk dari kristal yaitu serbuk anhidrat padat.
Presentase dari beberapa samel dapat ditentukan dengan secara tidak langsung. Pemanasan akan menguapkan air, sehingga akan terjadi penyusutan bobot sampel. Besarnya penyusutan merupakan bobot air yang ada pada sampel, dan dalam hal ini dianggap tidak ada gas lain yang dihasilkan dalam proses tersebut.
Pada percobaan yang dilakukan, akan menenttukan presentase air dalam sampel hidrat. Melakukan pengamatan kualitas yang menarik pada proses hidrasi dan melakukan pengamatan penyusutan air pada sejumlah sampel yang diujika.
Pada temperatur yang relatif rendah, molekul air cenderung berkumpul membentuk suatu rongga yang diikatkan oleh ikatan hidrogen antar molekul air. Rongga atau sarang sarang air tersebut akan terbentuk dari luruh karena tidak stabil. Via ikatan Van Der Vaals, molekul tamu masuk kedalam sarang tersebut dan akan membentuk hidrat. Bentuknya akan mirip es dan agak keruh. Reaksi hidrat merupakan reaksi fisika. Setelah hidrat terbentuk, maka kita dapat menghilangkan kembali dengan cara yang demikian, ikatan Van der vaals  dan ikatan hidrogen akan luruh dan pecah. Hanya ikatan kovalen antar molekul hidrogen dan oksigen sajalah yang hanya akan tetap bertahan. Hal tersebut disebabkannya diperlukan energi yang relatif besar untuk memecahkannya. (John Halal : 2008)
Menurut hukum alam, kecuali hidrogen sulfida dan karbon dioksida, kelarutan paramolekul tamu (gas alam, O2, N2, Kripton, xenon, argon, CO2, H2S, dst) didalam air. Yang sebagian besar gas gas tersebut, tidaklah besar. Untuk menaikkan kelarutan gas gas tersebut diperlukan tekana yang lebih tinggi jika ingin hidrat hidrat terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi.
 Pada tahun-tahun awal kimia anorganik, sifat kristal dan kompleks logam, yang menggabungkan air hidrasi tidak diketahui dengan benar. kita tahu air yang menggabungkan dengan struktur kristal melalui ikatan hidrogen. Para ahli kimia dari hari-hari awal tidak mengetahui sifat yang tepat dari ikatan air, tetapi ditentukan rasio molekul air yang terkait dengan setiap molekul dari senyawa kristal. Karena tidak adanya pengetahuan tentang ikatan yang tepat, rumus hidrat ditulis dengan rumus kimia kristal, diikuti oleh jumlah molekul air, yang dipisahkan oleh sebuah titik. Jumlah sebenarnya molekul air terpisah didalam struktur Kristal mungkin lebih rendah.
Dalam ilmu kimia, kompleks atau senyawa koordinasi merujuk pada molekulatau entisitas yang terbentuk dari ligan dan dengan ion logam. Dulunya sebuah kompleks merupakan asosiasi reversible dari molekul, atom atau ion dari ikatan yang lemah. Pengertian tersebut sekarang ini telah dirubah. Kebanyakan dari senyawa kompleks logam tersebut terjadi proses irreversible. Dan banyak diantara senyawa-senyawa kompleks tersebut memiliki ikatan kimia yang cukup kuat.
Sifat kestabilan senyawa kompleks dapat kita bedakan menjadi dua bagian diantaranya, kestabilan termodinamik, membahas energy ikatan logam ligan, tetapan kestabilan dan variable turunannya atau potensial redoks yang mengukur kestbilan tingkat valensi logam. Kestabilan kinetika, membahas sifat senyawa kompleks dalam larutan yang menyangkut laju dan mekanisme reaksi.
Senyawa-senyawa kompleks telah diketahui walaupun saat itu belum sepenuhnya dimengerti sejak awal ilmu kimia, misalnya Prussian blue dan
Tembaga(II) sulfat. Terobosan penting terjadi saat kimiawan Jerman Alfred Werner, mengusulkan bahwa ion kobalt(III) memiliki enam ligan dalam struktur geometri oktahedral. Dengan teori ini, para ilmuwan dapat mengerti perbedaan antara klorida koordinasi dan klorida ionik pada berbagai isomer-isomer kobalt amina klorida, dan menjelaskan kenapa senyawa ini memiliki banyak isomer, yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan. Werner juga menggolongkan senyawa kompleks ini kepada beberapa isomer optis, mematahkan teori bahwa hanya senyawa karbon yang memiliki sifat khiralitas. (Massaro Edward : 2002)
Ligan dapat kita artikan sebagai basa lewis dimana ligan merupakan molekul sederhana yang mana dalam senyawa kompleks bertindak sebagai donor pasangan electron. Ligan akan memberikan pasangan elektronnya pada atom pusat yang menyediakan orbital kosong. Interaksi antara ligan dan atom pusat akan menghasilkan suatu ikatan koordinasi. Jenis jenis ligan yang dapat kita kenali diantaranya monodentat, bidentat, polidentat. (Antony Wilbraham. 2002 : 36)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar